Tampilkan postingan dengan label Kemlu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kemlu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Januari 2015

Bayangan Waktu - Sekdilu 38


Hola!

Sudah setahun (2014 ke 2015-red) ga nulis blog dan sekarang saya sudah bekerja di Pejambon #huks

Seperti yang dibilang Nathaniel Hawthorne, "time flies over us, but leaves its shadow behind", mungkin sekarang saatnya saya harus menuliskan shadow itu di sini, halah!

Meninggalkan Sekdilu
Yak, tidak terasa ya terakhir kali saya berkeluh kesah di blog ini adalah dua bulan menjelang sidang taskap. Masih saya ingat dengan jelas, saat itu kami sudah diberi waktu cukup banyak untuk fokus menulis taskap nan sakral itu. Tapi, berhubung saya adalah seorang deadliner dan nocturnal sejati, maka taskap nan sakral itu pun baru bisa tersentuh secara optimal satu minggu menjelang deadline. hihi

Lantas, ngapain aja dong menjelang sidang taskap yang penuh waktu berleha-leha itu? kami yang "menganggur" ini di deploy menjadi LO dan 'kutu kupret' pada acara United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) dan Bali Democracy Forum (BDF) di Bali. Selain dapat pengalaman yang luar biasa keren, kami juga bisa nambah uang jajan, hehe.

Kerjaan pertama semenjak masuk Kemlu. Narsis itu harus!


Selama dua bulan itu pula, kami mengikuti berbagai non class activities seperti pelatihan sidang ASEAN, workshop dengan International Organization on Migration (IOM) di Banten, Widya Karya ke Lombok, 

Jangan heran ada yang mau ke pantai pakai baju kantor :p

daaaaan saya pun sempat mengganti judul taskap di waktu yang mepet itu, Alhamdulillah pada akhirnya, taskap bisa diselesaikan dengan baik dan memuaskan.Nih buktinya :)

 
 Captionnya "My beloved Taskap and I"


oh, wait wait. Sebelum lupa, salah satu penguji sidang taskap saya adalah Bapak Makmur Keliat, Ph.D. Siapa sangka pembimbing skripsi saya nan jenius dan terkenal bisa jadi penguji taskap kejar deadline itu. Jantung sempat dag dig dug, bagaimana jika beliau kecewa? bagaimana jika beliau malu sama anak bimbingannya yang tidak memuaskan? ah ah, auk ah, yang jelas saya ingin buru-buru menyelesaikan sekdilu dengan penuh kebahagiaan, waktu itu rasanya saya sudah tidak sabar ingin lulus Sekdilu.

Hingga, muncullah petikan dialog konyol yang tak terduga ini.

Pak Adian Silalahi (moderator panelis), "Sepertinya waktu kita sudah habis, terima kasih Widya. Good job! " (ehm ehm Dubes Pembina saya was playing a good cop)

Tiba-tiba...

Pak Makmur, "Kau dulu mahasiswaku ya?", tanya beliau dengan muka polos.

Saya, "Iya, pak. bahkan saya adalah mahasiswa bimbingan bapak", muka memelas dan sedih karena telah dilupakan.

Sontak beliau ketawa tanpa rasa bersalah. Saat itu pula saya melipir keluar karena telah menjadi murid yang terlupakan.  

Sayup-sayup terdengar celotehan panelis lainnya, yaitu Bapak Lasro Simbolon, "Mahasiswa bimbingan Bapak berarti pintar-pintar ya"

Saya terbang melayang di balik pintu. hasyaaaaaah!


Note: Pak Makmur memang jenius, tapi mudah sekali lupa dengan orang lain. hiks hiks. Apalah awak yang hanya remah-remah oreo ini. 

 ==============
Saat yang membahagiakan itupun tiba, yaitu wisuda Sekdilu. yaaaay! sayangnya, wisuda tahun ini tidak boleh dihadiri oleh orang tua atau kerabat dekat dikarenakan oleh kapasitas gedung yang tidak mencukupi. hiks. Meskipun begitu, untuk membahagiakan Ibu yang sudah jauh-jauh datang dari Padang, saya bersama Ibu dan adik menyempatkan diri untuk berpose di depan Gedung Pancasila. 

 Sayangnya ada photobomb Bang Thoyib, haha


Menumpang di Pejambon
Iya, menumpang. masa? iya! hahaha, kami disuruh magang dulu di Pejambon selama 2 minggu sebelum akhirnya diberangkatkan magang ke perwakilan. Magang di Pejambon yang awalnya disepakati hanya 2 minggu ini, berujung pada perpanjangan waktu menjadi 1,5 bulan. hahaha #whatdayaexpect

But, I love it! 
Saya dan 6 orang teman yang memiliki inisial nama paling bontot di alfabet mendapatkan kesempatan untuk magang di Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (Dirjen Aspasaf). Entah karena saya berjilbab atau memiliki wajah yang alim #huks, saya akhirnya ditempatkan oleh Ibu Sekretaris Dirjen di Direktorat Timur Tengah. 

Lulusan Sekdilu nan lugu ini kemudian digiring oleh staf Ibu Ses menuju ruangan Direktorat Timur Tengah, bersalaman dengan khalayak banyak dan diperkenalkan ke Bapak Direkturnya. Berhubung karena background saya HI, saya disuruh belajar di Subdit Politik dan Keamanan. Jadilah di hari pertama saya disuruh membuat tulisan dari A-Z mengenai Libya.Esoknya, saya diajak Kasubdit Polkam untuk mengikuti forum kecil dengan Bulan Sabit Merah Indonesia mengenai Peran Kemlu dalam Penyelesaian Konflik Palestina-Israel. aiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih!!!!! saya cinta isu ini.

Tidak puas dengan itu, Kepala Subdit Ekonomi meminta saya untuk membantu acaranya yang akan dilaksanakan di dua kota terpisah, yaitu Middle East Update of Strategic Industries in Indonesia (MEUSINDO). MEUSINDO merupakan salah satu program kegiatan Direktorat Timur Tengah yang diselenggarakan untuk mempromosikan produk industri strategis Indonesia ke pejabat dan pelaku bisnis dari Negara-negara Arab. Melalui acara ini, industri strategis yang menjadi destinasi acara MEUSINDO juga bisa memanfaatkan kesempatan tsb untuk melakukan ekspansi pasar di Timteng atau memperoleh investasi dari negara peserta.

Menjadi bagian dari pantia MEUSINDO adalah sebuah pengalaman yang unik, saya berkesempatan mengunjungi PT.PAL di Surabaya, PT. Pindad dan PT. Dahana di Jawa Barat. Selain bisa mendapatkan informasi mendetail tentang potensi industri strategis kita yang tidak kalah hebat dari negara-negara maju, saya juga bisa mendapatkan networks yang luas dan keren-keren, seperti para Jenderal dari Arab Saudi, pebisnis dari Uni Emirat dan Tunisia, serta diplomat dari Libya #wink


Di PT. Pindad. Jangan anggap remeh, tembakan saya kena semua! #sombong






Tanpa terasa, magang di Direktorat Timur Tengah terpaksa harus diakhiri. Saya yang mulai terlena dan menikmati rutinitas kerja di Timur Tengah (newbie yang sok, hehe) merasa sedih harus meninggalkan Dir.Timteng. Tanpa pikir panjang, saya merengek-rengek agar bisa dikembalikan ke sana. 

"Pak, nanti saya direkrut di sini aja ya, please", ujar saya memelas. 

"Tenang aja, saya akan kirim surat ke Ibu Ses supaya kamu dikembalikan ke pangkuan kami", balas Kasubdit Polkam itu. #eeeaaaaaa


Kembali ke Pejambon
Sebulan di negeri orang, yaitu Kota Kinabalu Malaysia (ntar deh saya tulis cerita selama di KJRI Kota Kinabalu), akhirnya saya kembali ke Pejambon ini. Hanya saja, takdir berkata lain. Saya ditempatkan di Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri. Ah? makhluk apa itu? tenang saja, saya juga selama ini terlalu sibuk memperhatikan satuan kerja operasional di Kemlu, apalagi Dirjen Aspasaf (oh it breaks my heart to know that I am not going back there). Mungkin Tuhan ingin membantu saya kembali ke jalan yang benar melalui BPPK ini, apalagi ditempatkan bersama-sama dengan teman-teman yang pintar di angkatan :)

BPPK merupakan Badan yang menjadi pusat penggodokan kebijakan Kemlu selama ini. Berada langsung di bawah Menlu, BPPK membuat kajian terkait isu-isu internasional dan domestik terkini termasuk internal Kemlu, kemudian mengajukan rekomendasi kebijakan langsung kepada Ibu Menteri. Bukankah BPPK keren? #maksa

BPPK memiliki 3 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, yaitu Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf), Amerika dan Eropa (Amerop), dan Organisasi Internasional (OI). Meski sempat berharap akan ditempatkan di Aspasaf karena belum move on dari Timur Tengah, saya justru ditakdirkan di OI (garuk-garuk kepala takut akan tetot). Apa daya, mungkin karena skripsi dan taskap saya berkaitan ama sanksi ekonomi terhadap Iran (maksa banget kalo saya paham tentang PBB dan regulasinya T.T)

Hari pertama dipertemukan dengan Kepala BPPK, Bapak Darmansjah Djumala, saya dan 4 teman lain yang super keren dan rajin menulis itu dimotivasi untuk melaksanakan budaya BTO. Whaaat is that??? ternyata BTO adalah singkatan dari Baca, Tulis, dan Omong. Baiklah, pak! saatnya saya akan mulai meraup kesempatan di BPPK untuk bisa menjadi insan yang mulai rajin lagi (kayak pernah aja). Selama ini saya sudah berleha-leha dan menonton terlalu banyak serial TV Amerika dan mencintai berbicara ketimbang menulis. Oleh karena itu, sekarang saya akan membulatkan tekad untuk berusaha mengejar ketertinggalan ketajaman akademis saya, hahaha #sokserius

Oke, demikian dulu ya. Maaf blog kali ini agak nyampah dan isinya cuma cerita dan sangat self-center . Ya, mau gimana ya, ini kan blog saya. hahaha, peace!


 Depok, 

Sore nan panas









Sabtu, 05 Juli 2014

Kangen Bercerita, Hari ini tentang Legowo

Saya sedang mempersiapkan sebuah tulisan yang serius, tapi ga kunjung kelar karena kelamaan mikir. haha. Namun, saya udah kangen bercerita di blog ini, rasanya ga adil kalau waktu saya begitu lama tercurah untuk tulisan yang satu itu. Baiklah, saya hanya akan menceritakan hal-hal yang ringan saja. Hal-hal printilan yang masih saya ingat di tengah kesibukan setiap individu di muka bumi, termasuk kasak kusuk di Sekdilu 38. 


Tentang Penantian
Semakin ke sini, saya semakin belajar banyak untuk menjadi seseorang yang legowo. Bukan karena di diklat saya memilih kelas 'kepribadian dan kesabaran diri' atau ikut kursus serupa di luar sana :) namun karena diklat Kemlu menawarkan banyak hal yang senantiasa membuat saya bersyukur; bersyukur karena telah menerima informasi dan ilmu yang tak terkira dan saya sukai serta berjumpa secara langsung dengan orang-orang hebat di negeri ini. Kesempatan-kesempatan seperti ini sungguh tak ternilai harganya. Ingin saya berbagi, tentang bagaimana rasanya diberi kuliah oleh Menteri Marty Natalegawa, berfoto bersama Bapak Hasjim Djalal, mendengar langsung celoteh Bapak Dino Patti Djalal, hingga para Duta Besar asing, dan pejabat tinggi dari PBB, selain kurang etis tentunya kalau ditulis satu-persatu tentunya blog ini ga akan selesai-selesai, hehe. Bagi yang mau bertanya secara langsung, silahkan..berhubung saya menyimpan catatan-catatan selama kelas yang terkait dengan hal substansi :)

Satu hal yang bisa saya gambarkan dari serangkaian pertemuan dengan orang-orang hebat di atas, kami diajarkan untuk bersabar dan menjadi pribadi yang baik kepada sesama. Mereka adalah pemuda-pemuda cupu di zamannya, seperti kita-kita ini. Berbekal keingintahuan dan pengabdian tulus, mereka berhasil melangkahi jenjang kesulitan dan tantangan dalam hidup. Siapa sangka Dubes Hasjim Djalal, pria baya yang membuat saya kagum setengah mati, adalah anak petani dari desa di Bukit Tinggi. Berkat keteguhan dan ketulusan hatinya, ia berhasil membanggakan Indonesia dalam negosiasi panjang di forum internasional. Berkait beliau, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) bisa tercapai, hingga akhirnya kita bisa punya Laut Wilayah dan menikmati otoritas di dalamnya. Atas jasa urang darek (orang pegunungan) ini, Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. 

Saya bisa membayangkan Teluk Bayur yang menjadi saksi bisu kala itu, melepas lelaki kecil dari ranah minang menuju tanah Jawa. Laki-laki itu tak pernah mengeluh, tatapannya jauh menyingsing samudera Hindia menembus Afrika dan Madagaskar. Mungkin ia lupa akan bulir-bulir peluh yang membasahinya di terik panas yang merangsek ke dalam kapal. Hanya satu yang ia hujamkan, ia ingin bermakna. Pun begitu halnya dengan Bapak Marty Natalegawa, meski ia enggan membahas silam dan diri, tapi kami kagum akan kerja kerasnya menggapai karir tercepat dalam sejarah Kementerian Luar Negeri. Cita-citanya hanya satu sedari kecil, yaitu menjadi wakil negara ini di tingkat internasional. Apa yang ia harapkan pun terwujud, dan bahkan melampaui apa yang ia bayangkan. 

Saya bisa membayangkan, Marty muda disuruh-suruh mengangkat kursi sewaktu Jakarta Informal Meeting dua dekade silam di Kota Bogor pada pukul 4 pagi. Saya tentu sanggup pula turut merasa sedih, ketika diceritakan teman bahwa Marty muda memetik buah demi menyelesaikan pendidikan S3nya di negeri orang. Pun, saya turut menangis di dalam hati saat seorang anak tukang becak dibelikan jas oleh pejabat Kemlu karena tidak berduit. Lantas, siapa saya yang berhak untuk mengeluh? saya belum menjadi siapa-siapa.

Teman-teman perlu tahu, apa-apa yang dipublish, memang terlihat mewah dan menyenangkan. Namun, mengalami Sekdilu secara langsung adalah hal yang berbeda dengan sajian pengalaman yang tak terduga dan membludak :) Saya mencintai ini, mencintai realita dan tantangan, meski tak terlepas dari erangan batin yang hanya bisa dipahami oleh pribadi dalam proses pendewasaan. Sebut saja misalnya penantian, penantian panjang untuk menjadi sukses adalah sebuah keniscayaan. Seperti yang saya sebutkan di atas, hanya yang sabar dan tulus lah yang mampu bertahan di tempat ini. 

Sementara kami, kami sering resah menanti hasil-hasil yang tentunya pasti akan kami petik pada waktunya. Kadang memang ketidakpastian itu membunuh, tapi lagi-lagi kami diajarkan untuk menahan diri dan berekspresi secara sopan. Lagi-lagi, meski kadang getir, tapi saya mulai mencintai kondisi ini. Legowo. Kami gelisah menanti stipend atau rapel yang agak lama turun, hal ini mengajarkan kami untuk berhemat dan menghargai dependensi pada keluarga ataupun pasangan. Kami resah menanti hasil ujian semester dua, hal ini mengajarkan kami untuk menjadi lebih baik di masa depan. Kami pernah marah menghadapi karakter-karakter baru dan unik di sini, hal ini mengajarkan kami bahwa ini hanya milieu kecil dari tantangan dan ranah global yang kami hadapi di masa depan. Legowo sepertinya mulai merasuk ke jiwa raga kami. 

Sepertinya benar apa yang dinyatakan oleh Bapak Makmur Keliat (dosen HI UI) melalui asistennya (teman saya sendiri, Agus Catur), bahwa orang-orang yang lulus seleksi Kemlu adalah orang yang bisa dibentuk. Pada awalnya saya mengernyitkan jidat, seperti apakah definisi "karakter yang bisa dibentuk"? lantas dibentuk menjadi seperti apakah? Lama-lama, proses memang selalu bisa menjawab pertanyaan orang tak berpengalaman. Saya menemukan jawaban-jawaban dari serangkaian pertanyaan saya mengenai karakter orang-orang yang dipilih di sini. Baik dengan mengamati para tokoh yang pernah menjadi dosen kami, atau dengan menatap keseharian di lingkungan diklat. Hah, saya mulai melantur, hehe. 


Tentang Masa Depan
Pernah mendengar "contract with devils"? Sekali anda menandatangani kontrak, anda tidak bisa menarik kembali poin-poin yang telah anda sepakati. Begitu pula halnya dengan bekerja menjadi PNS atau diplomat di Kemlu, kecuali jika anda resign ya, hehe. Kami selalu diwanti-wanti bahwa diplomat adalah status yang melekat pada diri pejabat diplomatik. Semuanya diatur, mulai dari berbusana di hari kerja hingga akhir pekan, bahkan hal-hal menyangkut ranah personal seperti pilihan pasangan hidup juga diatur di tempat ini. Alas, kami tidak bisa lari dari sini, ini adalah rumah kami, at least rumah baru kami. 

Am I happy with that? Pada awalnya, saya shock. Saya sempat meninggalkan pekerjaan di pemerintahan karena alasan-alasan birokratis ini, namun akhirnya saya rindu. Saya rindu untuk bekerja pada sektor publik yang selama ini menjadi passion saya (aiks!). Saya telah mendeklarasikan pilihan hati saya tepat pada saat saya diwawancarai, dan saya harus bisa mempertanggungjawabkan itu. Maka dari itu, saya harus siap menghadapi masa depan dengan segala konsekuensi-konsekuensi yang saya sadari. Lagi-lagi termasuk mengenai pasangan hidup, hehehe. 

ps. mengenai pasangan hidup, saya janji akan bahas di tulisan yang lebih serius itu :)


Waktu yang Tersisa 
Mungkin sikap legowo pula lah yang telah mengantarkan kami secara utuh memasuki semester dua di diklat Kemlu ini, yay! Saya berharap angkatan ini akan tetap utuh hingga maut memisahkan kita, amin!
Kami memiliki cara-cara sendiri untuk meredakan ketegangan, menyembuhkan kegetiran, serta menghapus kebosanan. Percayalah, hidup di asrama punya cerita masing-masing. Meski saya bukan tipikal anak yang beredar ke seluruh pelosok asrama, namun saya memiliki cerita indah di pojok terluar asrama Kemlu, yaitu Raflesia II. Di waktu yang tersisa ini, saya sadar sedalam-dalamnya, serpihan cerita di asrama yang penuh dinamika ini akan sangat dirindukan dan senantiasa dikenang hingga pensiun nanti (amin). Di waktu yang tersisa ini pula, saya semakin merindukan cerita-cerita unik dari dosen yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya. Mungkin langkah kaki kami mulai lunglai menuju kelas C atau kelas gabungan A&B di lantai 2 itu, tapi saya tak pernah letih menghitung hari yang tersisa dan bersiap untuk mendekap rasa rindu yang membuncah nantinya. 

Pada semester dua ini, kami telah dipertemukan dengan Duta Besar Pembina. Setiap Dubes menjadi pembina untuk tujuh anak. Kemarin, saya berjumpa dengan Dubes Pembina saya, Bapak Adian Silalahi. Hanya setengah dari porsi perbincangan kami dialokasikan untuk membahas taskap, sisanya kami lagi-lagi disodorkan cerita tentang legowo. Saya memberanikan diri untuk bertanya, "Apakah Bapak bahagia menjadi diplomat?" Beliau tertawa kemudian menawarkan 7S kepada kami (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun, Sigap, dan Silalahi) sebagai jurus jitu untuk bertahan di Kemlu :). "Boleh lah kalau saya mengganti Silalahi dengan Sikumbang?", beliau tertawa menyikapi pertanyaan saya. Percakapan itu, memang hanya berlangsung di meja kecil dalam durasi 2,5 jam. Tapi, adalah legowo yang mengantarkan Dubes Adian Silalahi menuju meja itu, menjadi pembina kami dan dikenang hingga masa-masa pensiunnya. 

Di waktu yang tersisa ini, saya hanya memiliki waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan taskap. Sisanya, kami akan menghadapi kegiatan aplikatif, tidak di kelas lagi. Kami akan magang di Direktorat Protokol dan Konsuler di Pejambon, dan jika ada rezeki (legowo-red), kami juga akan magang di beberapa perwakilan Indonesia di luar negeri. Yak, saya akan merindukan kenangan manis di Sekdilu dan menyimpan kekebalan terhadap getir sebagai bekal untuk menyongsong masa depan. 



Ramadhan hari ke-7
Depok












Rabu, 19 Maret 2014

Goodbye Prajabatan, Welcome Sekdilu!

Sebenarnya saya sudah cukup lama membuat draft tulisan ini. Namun, berhubung jadwal Sekdilu semakin padat, maka tulisan malang ini terbengkalai dalam waktu yang lumayan panjang. hehehe. Baiklah, izinkan saya kembali menatap minggu-minggu yang sudah terlewati kemarin :)
==============================

Di asrama, kami punya Ibu dan Bapak asuh. Bapak asuh diperbantukan untuk cowo, dan Ibu asuh untuk cewe. Tentu pembagian tugas Bapak dan Ibu asuh ini sangat krusial. ya iyalah masa hal-hal menyangkut kewanitaan dibahas dengan Bapak asuh? hiiiiiiii

Ibu asuh kami bernama Ibu Endang. Dari hari pertama, Bu Endang sudah mewanti-wanti pentingnya menjaga stamina selama Prajab . 
"Kalian harus jaga kesehatan. Jangan sampai sakit! Kalau sakit sehari saja kalian tidak bisa lulus. Kalau tidak lulus tahun ini, tahun depan akan mengulang prajabatan selama 3 bulan!"
Alamaaaaak, hari pertama saja sudah dapat ultimatum seperti itu. Aih, bahkan ultimatum-ultimatum lainnya berlanjut hingga hari-hari berikutnya. hohoho

Tapi, kami cinta Ibu Endang. Berkat Ibu Endang lah kami akhirnya satu angkatan bisa mengikuti Diklat Prajabatan secara lengkap dan sehat. Meski ada beberapa di antara kami yang sakit-sakit ringan, ya sebut saja seperti flu dan demam, tapi Alhamdulillah pada tanggal 28 Februari 2014 seluruh peserta PDK, PKKRT, dan PK berhasil mengikuti ujian Prajabatan secara lancar dan tertib, hadir lengkap. Horeeeee!!!

Nah, lanjut ke bagian yang paling penting, yaitu ujian Prajab. Banyak yang bilang jangan terlalu serius selama Prajabatan dan ga usah belajar terlalu keras agar bisa lulus Prajabatan. Well yeah, pada dasarnya komponen utama prajab adalah kehadiran. Namun, komponen lain yang bagi saya cukup esensial adalah attitude dan keaktivan selama di kelas. Satu lagi yang penting, tolong baca seluruh modul yang diberikan oleh panitia prajabatan, baca satu-satu dan hapalkan poin-poinnya. Alamaaaaaaak, otak sudah tua ini makin susah saja menghapalkan isi modul itu. Ganbate!!!!

==============================
Kelas Sekdilu pertama kami dimulai pada tanggal 3 Maret 2014. Sudah tidak ada lagi kelas A,B,C dan teman-teman dari PKKRT yang sempat menjadi classmate selama 1 bulan Prajabatan. hiks hiks.Tinggal lah kami ber 70 yang kemudian dibagi ke dalam dua kelas yaitu A dan B.

Saya sendiri kebagian kelas B dan duduk bersebelahan dengan pria jangkung 190 cm berinisial Y. Kami yang berinisial buntut alfabet ini memang tak pernah beruntung dalam banyak hal, apakah itu pembagian beras, antrian, atau posisi tempat duduk. Saya, dengan sedih harus mendeklarasikan bahwa bangku saya berada di pojok belakang; tertutupi oleh teman satu meja yang tinggi luar biasa. Sehingga dan niscaya, acungan tangan gadis bertubuh ceking ini jarang sekali kelihatan oleh Widya Iswara di depan kelas. #fiuh!
Namun, tak apa-apa. konon, bangku ini berotasi secara berkala dan saya pun bisa muncul di waktu tertentu pada barisan terdepan. Alhamdulillah!

Kunjungan Menlu Iran ke Indonesia, precious moment
Kembali ke topik Sekdilu, hihi! Minggu pertama masih berisikan pengenalan Satuan Kerja di Kemlu. Bertemu dengan orang-orang penting di Kemlu? tentu! tak perlu lah disebutkan satu per satu :D Kemudian, minggu kedua kami pindah asrama ke BAIS Bogor. Satu minggu di sana tak bisa tergambarkan dengan kata-kata; yang jelas siap mental dan fisik itu super penting! 

Sekdilu 38: Kelas Kebijakan Ekonomi Domestik
Sekarang, saya dan teman-teman kembali ke asrama Kemlu. Rutinitas kelas dan bikin resume tiap malam akan selalu mewarnai hari-hari kami hingga 8 bulan ke depan. Keluhan-keluhan kebosanan dan gila-gilaan untuk membunuh suntuk sudah mulai didendangkan. Salah satu kegiatan yang membuat saya tertawa lepas selama di sini adalah latihan tari saman yang digagas oleh teman saya Stiffan. Rencananya kami akan perform pada Widya Karya ke Solo nanti. Tunggu cerita selanjutnya ya!!!!


Di depan Senayan City, 19 Maret 2014
Setelah Mengerjakan Resume

Sabtu, 22 Februari 2014

Welcome Aboard! Prajabatan Kemlu dan Kehidupan Baru di Asrama



 Rekan Satu Almamater

1. Asrama dan Kamar Baru
 
Saya tipikal yang sangat menikmati kesendirian di dalam kamar. Jadi, beberapa hari menjelang kepindahan ke asrama untuk 9 bulan ke depan merupakan keresehan yang cukup mengganggu tidur malam saya, hahaha lebay. 

Pada tanggal 5 Februari 2014, seluruh CPNS PDK, PKKRT, dan PK berdatangan dari berbagai penjuru nusantara. Berbekal koper jumbo dan 1 backpack, saya meluncur ke Senayan dengan taksi dari Depok. Jakarta macet, banjir mencapai puncaknya pada awal Februari kemarin. Alhasil, saya tiba di Wisma Mr. Amad Soebardjo sore menjelang maghrib (hampir melewati batas waktu yang ditentukan).

Asrama di Pusdiklat Kemlu terdiri atas beberapa bangunan. Masing-masing bangunan diberi nama bunga; anggrek dan raflesia. Saya kebagian asrama Raflesia II dengan 1 orang roomie. Ada juga kamar dengan kapasitas besar hingga 5 orang di dalamnya, plus kamar mandi dalam. Penempatan kamar sepertinya ditentukan oleh luck, haha. It's a life

Saya tidak punya ekspektasi macam-macam, yang penting punya teman sekamar yang baik dan mengerti 'keanehan2' saya selagi tidur >.< . Thank God, teman sekamar saya sejauh ini luar biasa kontributif terhadap peningkatan kedisiplinan saya, aiiiiiiih. Dia lah yang menjadi constant reminder terhadap ragam jadwal padat di asrama ini. Tuhan selalu menghadirkan orang-orang baik dalam hidup saya. hihi

Fasilitas asrama cukup memuaskan, ya layaknya sebuah rumah. Ada TV, ruang tamu, dapur dan kompor gas, kulkas, mesin cuci, jemuran, serta masing-masing kamar dilengkapi AC. Jauh lebih cukup dari kosan saya lah -_- 

Masing-masing lantai asrama punya Bapak atau Ibu RT yang ditunjuk dari salah satu penghuni. Rekan ini lah yang akan menjadi penghubung kita dengan pembina asrama. Jika ada keluhan teknis maupun keluhan lainnya (related to kehidupan di asrama), maka mengadu lah ke si Ibu RT ini. Begitu juga kalau hendak meninggalkan asrama saat akhir pekan, kita semua wajib lapor ke Ibu RT ini.

Hal lain yang tak kalah penting adalah; kerukunan antar warga asrama. Di Raflesia II, kami semuanya berjumlah 11 orang. Tentu saja, 11 orang ini memiliki karakter yang berbeda-beda dengan latar belakang keluarga dan budaya yang berbeda pula. Di sini lah dimulai kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi kita :) Meskipun baru kenal 2 minggu, kami sudah merasa seperti keluarga. Kami memiliki ruang makan serta meja makan besar. Tiap malam kami menghabiskan waktu bersama di meja ini untuk menyelesaikan tugas Prajabatan yang cukup memakan waktu. Keakraban begitu mudah tumbuh dalam kebersamaan, ya kan?

2. Prajabatan

Selama Bulan Februari ini, kami diasramakan untuk terlebih dahulu mengikuti Prajabatan. Prajabatan ini adalah serangkaian kegiatan kelas dengan durasi 12 jam pelajaran sehari selama 1 bulan penuh sebagai syarat untuk menjadi PNS. Jika tidak lulus Prajabatan, maka pengangkatan untuk menjadi PNS pun ditunda dan diwajibkan mengikuti Prajabatan lagi tahun depan. Hal yang membuat lebih seram lagi adalah, Prajabatan CPNS tahun depan akan berdurasi jauh lebih panjang, yaitu 3 bulan dengan materi yang lebih kompleks lagi. Semoga kami semua lulus tahun ini, Ya Allah...amin!

Komposisi kelas selama Prajabatan masih dicampur antara PDK dan PKKRT. Kesempatan ini tentunya sangat berharga, kita bisa mengenal lebih banyak teman dari fungsi lain yang tentunya akan bermanfaat untuk ke depannya. Materi ajar yang diberikan berupa bekal fundamental yang harus dimengerti oleh seorang PNS sebagai aparatur negara, contohnya Manajemen Kepegawaian Negara, Kepemerintahan yang Baik, Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan sebagainya.

Proses pembelajaran diisi dengan diskusi, presentasi, dan tanya jawab. I know it sounds boring, but believe me kelas saya (Kelas A) adalah kelas yang kreatif. Kami rebutan untuk presentasi ke depan. Tidak hanya sekedar presentasi hasil diskusi kelompok, kami melakukan improvisasi presentasi (seperti membuat parodi, presentasi interaktif dan bahkan paduan suara dadakan) agar kelas tidak membosankan. Dang it, saya selalu ditunjuk untuk menjadi director parodi dan sempat melahirkan ide-ide gila seperti parodi pungli pengurusan surat nikah di KUA, lol. 

Kelas dimulai dari pukul 08.00 hingga 18.00. Tepar ga tuh? iya! tapi itu belum selesai, saudara-saudara. Kami juga harus membuat resume diktat minimal 4 halaman folio yang harus dikumpulkan setiap pagi menjelang kelas. Senin, Rabu, dan Jumat, harus bangun pagi untuk senam dipandu instruktur. At the end of the week, you will feel like zombie. Hahahaha. Tapi gapapa. Ini namanya perjuangan. Insentif untuk berada di sini pun juga tidak kalah baiknya, akomodasi dan segala macamnya ditanggung. Tetaplah bersyukur. Perjuangan ini belum apa-apa :)


Depok, 
Weekend di Kosan