Rabu, 07 Agustus 2013

Kampung (Saya) Jauh



Tanggal 1 Agustus 2013, saya terisak sendiri membayangkan tidak pulang kampung lagi tahun ini
Tanggal 2 Agustus 2013, saya tersenyum ketika seorang teman mengatakan saya “aneh” karena enggan mudik ke Padang (Pariaman-red)

Pikiran saya pun menerawang, mengingat kembali kisah lalu.
Ini keempat kalinya saya tidak merayakan Idul Fitri di rumah.
2007, saya di Amerika Serikat. Tidak ada takbiran, hanya diam di kamar, tapi dengan isak tertahan membayangkan rumah yang beribu kilometer jaraknya.
2009, saya di Asrama UI Depok. Hanya bisa menghitung ubin-ubin kusam asrama; bolak-balik kamar dan kamar mandi dalam sepi.  Ada takbiran, sayup. Berusaha tegar, tanpa isak.
2012, saya di kosan Kober Depok. Turut senang karena adik saya bisa pulang tahun itu, dengan pilihan saya bertahan di Depok, dengan dalih saya memulai skripsi. Kosan membuat saya lebih leluasa menangis, tanpa harus menahan isakan.

Sesungguhnya..
Tidak ada yang lebih didamba anak perantauan,
selain kue renyah buatan ibu di rumah
gelak tawa riang ponakan yang kian besar
cerita segar adik nan tumbuh gadis
hingga gemerisik daun mangga di sisi pematang sawah
atau bahkan bisik-bisik penasaran segala arah

Namun, untuk tahun ini..saya memilih untuk menunda pulang, hingga saatnya tiba. 


Eid Mubarak!


Minggu, 28 April 2013

Hari ini umurku 23, rasanya ingin menikah setahun lagi

Happy birthday to me..
Happy birthday to me..
Happy birthday, happy birthday..
Happy birthday... to.... me....



Masa itu..1996. aku masih berumur 5 tahun, jelang 6 tahun.
Rasanya ingin pula merayakan ultah di TK dan diselamatin seluruh isi sekolah.
bertopi kerucut warna-warni dan meniup lilin berajah spiral pelangi.
dan menghitung detik sambil mengumpulkan oksigen memenuhi paru.
satu..dua..tiga... wuuuushhhhhh, horeeeee
tanpa tahu bahwa tumbuh adalah beban yang menoreh durjana
tapi tahu bahwa tumbuh besar adalah berkuasa.

harapanku tak tercapai, ultah ke-6 ku kalah oleh berita kematian Bu Tien
tapi aku suka, ultah ke-6 ku dihabiskan menatap horizon Jakarta dari puncak Monas
di pundak ayah
dan berkacak pinggang di Cawan 'Lingga Yoni' raksasa itu. titik 6 tahun.

==============

Masa itu.. 2003. ayahku tiada.
ada seorang lelaki memberikan sekuntum bunga kuning untukku
di hari ultahku.
bukan rona merah di pipi yang kutampakkan
tapi ketakutan. haha, lucu sekali mengenang kepolosan itu.

tapi bahagia tetap kuraih.
tasku berisi penuh bungkusan hadiah
membludak keluar hingga tumpah
dan bersisa dalam rengkuh
lariku riang, melewati deret cemara dan hembusan pantai
susuran jalan tanpa liku dari Pauh hingga Pasar Piaman
kaki kecil, tawa renyah, dan segerombolan sobat menyelamatiku.
masa remaja yang bahagia...
lagi, aku tak tahu seperti apa itu beranjak dewasa.

============
Sekarang 2013. umurku 23. entah setan apa yang merasukiku, rasanya aku ingin menikah setahun lagi. inikah dewasa?

Senja 27 April 2013, di selasar Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia.
Rona senja, lembayung dibias danau Salam
di sanalah aku duduk dan menimang telepon

"Ibu.."
"Wah, besok umurmu sudah 23"
"Iya, aku sudah besar"
"Bukan besar lagi, tapi sudah tua"
"Bolehkah aku menikah setahun lagi kalau begitu?"
..........
Diam.

Rasanya bodoh.
aku bahkan tak paham pertanyaan apa yang kulontarkan satu mikro detik sebelum diam itu.
apakah wacana?
lelucon anak gadis nakal?

"Tak bisa dibendung lagi kah?"
"Satu tahun itu masih lama, aku ingin menyiapkan diri"
"Siapa bilang satu tahun itu lama?? itu sangat singkat!!!"

Apakah salah mengujam tanya?
Agh, aku bodoh.
jika saya keinginan menikah menyakiti hatinya
membuat ia takut kehilanganku
membuat ia ragu akan keistimaqahanku menggapai cita
aduh, rasanya terlalu sempit.

mungkin, ia butuh paham
dan aku butuh menunggu dan membuktikan.


bodoh
tolol
nikah tidak gampang
dan setahun memang singkat
tapi beri aku waktu
beri aku doa
semoga bukti itu bisa berbuah dalam waktu dekat
setahun hanyalah target, tapi Rabb penguasa alam punya kuasa
untuk menunda atau bahkan memajukan :)



Depok, 28 April 2013
sendiri di kamar
"Happy Birthday Me"


Rabu, 27 Februari 2013

Kemarin, Lulu, dan Esok



Namanya Pak Lulu
Berkaca mata tebal
Badan berotot
Lulusan teknik sipil UNDIP
Empat tahun kerja di BUMN, namun keluar dan meniti usaha kuliner
Terdampar di Kober
dan membuka warung lesehan favorit

Saat itu warungnya sepi
Hanya saya, alfi, dan bagus yang menikmati hidangan jawa itu sambil duduk lesehan
Sesekali kami menimpali tayangan televisi yang random
“Gue pamit ya..harus menemani teman jualan binder”, sela Alfi memecah keheningan
“Oh, oke..semangat ya!”, kekenyangan waktu itu bikin malas ngomong, hehe

Tinggal lah saya berdua dengan Bagus
Entah kenapa, saya sering menghabiskan waktu bersama sahabat saya Bagus di warung Pak Lulu
Sepeninggalnya Alfi, kami kembali mengenang masa-masa curhat di sana
Dan kembali mengulangnya saat itu juga
Sambil bercerita tentang hidup dan mendendangkan keluh dan kisruh hati kami
Saya sadar bahwa Pak Lulu memperhatikan kami
Entah kami terlihat mesra
Atau justru atraktif karena keduanya terlihat sama-sama galau? Hahaha
Tiba-tiba Bagus melirik ke arah Pak Lulu
Kemudian, keduanya berbahasa jawa: “%dahkusfa#@%hsakmfah*@!^%Vskfahkhaf”
Aaarrrrgggghhhhhh, mboten ngertos!!!

Pada akhirnya Pak Lulu mendekat dan memahami kegelisahan saya. Hahahaha
Mana tangan kiri,mba..
Weeeeeeh, saya saat itu mau diramal oleh Pak Lulu.
“Kenapa harus tangan kiri,Pak? Kenapa ga tangan kanan aja?. Apa karena tangan kanan sering dipake kerja, trus ngefek sama garis2 tangannya?”
Pasti di dalem hati Pak Lulu bête karena saya kritis
Well, sebelum lanjut nih ya..saya bukan tipe orang yang percaya sama ramalan
Si Bagus tuh, katanya sebagai orang Jawa dia percaya ga percaya juga sih sama ramalan. I can say, dia percaya lah. Buktinya, dia yakin-yakin gitu deh sama ramalan Pak Lulu.
Saya secara personal kemarin itu iseng-iseng aja diramal oleh Pak Lulu

Oke, lanjut ya..tentu sudah penasaran
Satu detik..
Dua detik..
Kening Pak Lulu berkernyit
“Mba orangnya mudah dapat rejeki, tapi maaf ya..rejekinya juga cepet abis”
Kyakakakakakakaka, tau banget sih lo,Pak
“Mba tipe pekerja, tapi mudah bosan”
Boleh boleh boleh juga nih tebakannya, Pak..
“Mba kalau kerja, susah jadi pemimpin”
Saya mulai protes, “Loh, kenapa bisa begitu Pak?”. Masa saya dibilang ga bisa jadi pemimpin? Sejarah membuktikan…opposite! Heh, biasa saja lah
“Iya, Mba. Soalnya Mba kalo bekerja melibatkan perasaan. Susah tegas, pemimpin itu harus melepaskan perasaan dari pekerjaannya”.
JLEB!!!

Tiba-tiba pikiran saya melayang ke masa-masa saya masih jadi asdos, baik di THI maupun MPHI. Ada mahasiswa yang merajuk-rajuk..
“Ka Widy, please…aku boleh ijin ya. Please…”, memelas kayak kucing
“Ehm..gimana ya.. dalam aturannya ga boleh. Saya ga bisa membantu”, sangat tidak enak
“Tapi, ka..ini sudah ada surat pengantarnya. Dari dinas blablalala,buat mewakili negara kita blablablabla..saya ga bisa nolak,ka.”, mulai berkaca-kaca (deskripsinya lebay)
“tapi kamu udah tiga kali absen. Ga ada toleransi lagi”, sok tegas tapi mulai goyah
Ah, tak usah lah saya jabarkan proses negosiasi yang rumit itu. Pada akhirnya, saya give up dan memberi izin pada mahasiswa itu. Huhuhu

Seminggu kemudian..
“Aku bawa sesuatu buat Ka Widy yang baik”
“Apa tuh? Waaaaah, kue enaaaaak”
Nyam nyam!!!!
Gila, saya digratifikasi! Well, sebelum saya makan, saya sudah memikirkan apakah itu halal atau haram untuk dimakan. Well, itu bukan gratifikasi. Gratifikasi kan diberikan sebelum keputusan dilakukan. Toh, saya sudah mengkomunikasikan kondisi dia ke dosen setelah pada akhirnya saya luluh oleh rajukan dia. Ckckck
Oke, forget it. lanjut ke ramalam Pak Lulu

Lamunan saya tentang masa ngasdos kemudian buyar oleh suara Pak Lulu
“Mba masih mau lanjut saya ngebahas karir?”
“eh? Udah deh, Pak. Lanjut jodoh aja dah.”. hihihihi
“Gini,Mba. Kalau masalah jodoh, sebenarnya Mba sudah ada jodohnya”
Nah lo
“Tapi..inti masalahnya ada di Mba. Keputusannya ada di tangan Mba. Mba punya banyak pilihan, makanya Mba terlihat bingung”.
Should I shout????
Saya saat itu udah mulai gelisah, malas diramal-ramal kayak gini
Bikin hidup tambah susah aja
Jalani aja…
Saya ga peduli mau dibilang karir saya akan biasa-biasa aja
Atau pendapatan saya akan terus mengalir seperti air
Namun keluar brojol kayak air bah, haks haks
Tapi terkait jodoh, jika pada akhirnya saya harus melewati gerbang keseriusan yang sakral itu
Maka tentu saya berharap agar jodoh saya bisa seperti nampan atau bahkan bendungan kokoh supaya duit saya ga mengalir gila-gilaan tanpa arah yang jelas *senyum miris
Siapa pun jodoh saya, saya ga butuh peramal yang menentukannya. Yang penting ia tulus berjalan bersama saya hingga akhir hayat, dan saya sekuat tenaga akan berusaha mempertahankan rengkuhan tangannya. 

Setelah pamitan dan mengucap terima kasih kepada Pak Lulu..
saya berjalan dengan langkah pelan ke kosan
bertanya-tanya
menduga-duga
tentang hari esok

kemudian senyum saya mengembang
hah, saya sampai mati akan terus mempertanyakan hari esok. jalani saja, jalani saja dan lakukan yang terbaik untuk hari ini. kembali menceracau tidak jelas. hingga akhirnya sampai di depan pintu kosan. yep!!!

=========
LIFE