Tanggal 1 Agustus 2013, saya terisak sendiri membayangkan
tidak pulang kampung lagi tahun ini
Tanggal 2 Agustus 2013, saya tersenyum ketika seorang teman
mengatakan saya “aneh” karena enggan mudik ke Padang (Pariaman-red)
Pikiran saya pun menerawang, mengingat kembali kisah lalu.
Ini keempat kalinya saya tidak merayakan Idul Fitri di rumah.
2007, saya di Amerika Serikat. Tidak ada takbiran, hanya
diam di kamar, tapi dengan isak tertahan membayangkan rumah yang beribu
kilometer jaraknya.
2009, saya di Asrama UI Depok. Hanya bisa menghitung
ubin-ubin kusam asrama; bolak-balik kamar dan kamar mandi dalam sepi. Ada takbiran, sayup. Berusaha tegar, tanpa
isak.
2012, saya di kosan Kober Depok. Turut senang karena adik
saya bisa pulang tahun itu, dengan pilihan saya bertahan di Depok, dengan dalih
saya memulai skripsi. Kosan membuat saya lebih leluasa menangis, tanpa harus
menahan isakan.
Sesungguhnya..
Tidak ada yang lebih didamba anak perantauan,
selain kue renyah buatan ibu di rumah
gelak tawa riang ponakan yang kian besar
cerita segar adik nan tumbuh gadis
hingga gemerisik daun mangga di sisi pematang sawah
atau bahkan bisik-bisik penasaran segala arah
Namun, untuk tahun ini..saya memilih untuk menunda pulang, hingga
saatnya tiba.
Eid Mubarak!